menyambut pagi mendung.....,
Kegiatan ini sudah lewat sekian bulan. Agak tersendat posting kisah penyerta sejak laptop mengalami ngadat akut. Yang jelas masih merupakan rangkai kegiatan dari program "Laut Sahabat Kita". Program pendidikan lingkungan pesisir kolaborasi dengan tiga sekolah yang berbeda. Dalam segmen foto terlampir adalah album pesiar dan belajar di pulau bakau gili Sulat, wilayah Sambelia. Sbagian nelayan lokal lebih mengenal kawasan ini dengan nama selat Sugian.
Field trip atau program kunjung lapangan kali ini adalah tiba di materi pengenalan ekosistem hutan Bakau (Mangrove). Bocah demi bocah mulai menampakkan antusias sejak dini tadi, lebih dulu hadir daripada tim kami yang beranjak dari Mataram. Jumlahnya bahkan melebihi kuota pembagian tim yang direncanakan. Alasannya, mereka ogah dapat jatah anjang sana gili di giliran siang karena faktor angin yang bakal makin kencang. Dan alibi itu memang terbukti saat pergantian shift. Yang hadir cuma 3 murid. Menariknya, ke-3 nya perempuan..., gak ada bocah laki satupun yang ikutan. ???? Aha, saya menganggapnya tri-angle yang muncul di akhir sesi acara.
Singkatnya, perjalanan shift pagi berjalan lancar. Gelombang lebih tenang. Bagai permukaan danau, tanpa buih sama sekali. Pendataan siswa kami lakukan berdasarkan surat ijin ortu dari pihak siswa masing-masing. Setelah mengisi absensi. Akhirnya 2 boat mulai meluncur membelah samudra. Background Rinjani masih kelam terselimuti awan mendung. Wajah bahagia para bocah serta bahak tawa mengiring sesi perjalanan.
Kurang lebih makan waktu 15 menit. Kami tepat tiba di dermaga statis di gili Sulat. Sengaja dipilih karena memang menyediakan jalur jetty. Posko ini dulunya eks program penelitian Mangrove dari JICA (Japan International Cooperation Agency) yang memang berkutat di projek mangrove. Terbangun jalur jetty hingga tembus rimbun kanopi sepanjang hampir 1,5 Km persis capai daratan gili Sulat. Sayangnya, kondisi jetty saat ini mengenaskan. Karena faktor dimakan usia dan ulah oknum nelayan yang usil mengambil beberapa papan kayu. Memang pernah dilakukan sedikit renovasi dari dinas Kelautan Lotim. Hanya faktor keterbatasan dana, akhirnya jalur jetty hanya bisa di kerjakan beberapa ratus meter saja.
Intinya, kondisi tadi tidak jadi kendala bagi kami untuk belajar. Anak-anak masih tetap antusias. Tim Tutor dibagi menjadi 2 bidang. Satu pihak melakukan pengamatan ekosistem terumbu karang di sekitar areal tapak dangkal. Melampau batas zona sebaran lamun di areal lebih pinggir. Saya sendiri kebagian tugas sebagai pendamping tim pengamat ekosistem Bakau, sekaligus identifkasi biota air dan darat yang lebih didominasi aves. Ada sekitar 5 jenis bakau yang bisa kami kenali. Bagi siswa tentu saja harus dibekali handbook khusus bakau. Terpantau ada 5 spesies, diantaranya : Rhizopora stylosa (bakau), Rhizopora mucronata, Soneratia alba (prapat), Brugeira Gymnorhiza. dan beberapa varian sisipan Avicennia marina (putih). Sedang berbagai jenis biota yang diamati meliputi beberarap jenis ikan beseng (Apogonidae), Kakap (Lutjanidae), Kambingan (Mulllidae) yang kebanyakan berseliweran di sekitar akar bakau.
Bird watching sekaligus juga dilakukan. Hanya kegiatan ini agak sulit di lakukan, mengingat kami datang sudah sedikit mendekati siang. Celoteh anak-anak juga menjadi faktor utama.Sebagian burung akan bakal menjauh mendengar suara. Sekalipun begitu beberapa jenis mudah teridentifikasi, terutama kelompok bangau. Termasuk burung raja udang dan beberapa walet sapi.
Termasuk beberapa jenis burung kecil, semisal Kacamata, bahasa lokal lebih sering menyebutnya sebagai Kecial. Suara lebih familiar di kuping karena memang juga banyak ditemui didaratan pulau besar.
Bla...bla..bla..., dan untuk melengkapi partitur bincang ada baiknya saya akhiri tulisan ini, Silahkan langsung mengikuti segmentasi foto demi foto yang semoga lebih bisa mewakili dari sekedar apa yang bisa saya ceritakan. Keep in sight.... get a real visual...,
Field trip atau program kunjung lapangan kali ini adalah tiba di materi pengenalan ekosistem hutan Bakau (Mangrove). Bocah demi bocah mulai menampakkan antusias sejak dini tadi, lebih dulu hadir daripada tim kami yang beranjak dari Mataram. Jumlahnya bahkan melebihi kuota pembagian tim yang direncanakan. Alasannya, mereka ogah dapat jatah anjang sana gili di giliran siang karena faktor angin yang bakal makin kencang. Dan alibi itu memang terbukti saat pergantian shift. Yang hadir cuma 3 murid. Menariknya, ke-3 nya perempuan..., gak ada bocah laki satupun yang ikutan. ???? Aha, saya menganggapnya tri-angle yang muncul di akhir sesi acara.
Singkatnya, perjalanan shift pagi berjalan lancar. Gelombang lebih tenang. Bagai permukaan danau, tanpa buih sama sekali. Pendataan siswa kami lakukan berdasarkan surat ijin ortu dari pihak siswa masing-masing. Setelah mengisi absensi. Akhirnya 2 boat mulai meluncur membelah samudra. Background Rinjani masih kelam terselimuti awan mendung. Wajah bahagia para bocah serta bahak tawa mengiring sesi perjalanan.
Kurang lebih makan waktu 15 menit. Kami tepat tiba di dermaga statis di gili Sulat. Sengaja dipilih karena memang menyediakan jalur jetty. Posko ini dulunya eks program penelitian Mangrove dari JICA (Japan International Cooperation Agency) yang memang berkutat di projek mangrove. Terbangun jalur jetty hingga tembus rimbun kanopi sepanjang hampir 1,5 Km persis capai daratan gili Sulat. Sayangnya, kondisi jetty saat ini mengenaskan. Karena faktor dimakan usia dan ulah oknum nelayan yang usil mengambil beberapa papan kayu. Memang pernah dilakukan sedikit renovasi dari dinas Kelautan Lotim. Hanya faktor keterbatasan dana, akhirnya jalur jetty hanya bisa di kerjakan beberapa ratus meter saja.
Intinya, kondisi tadi tidak jadi kendala bagi kami untuk belajar. Anak-anak masih tetap antusias. Tim Tutor dibagi menjadi 2 bidang. Satu pihak melakukan pengamatan ekosistem terumbu karang di sekitar areal tapak dangkal. Melampau batas zona sebaran lamun di areal lebih pinggir. Saya sendiri kebagian tugas sebagai pendamping tim pengamat ekosistem Bakau, sekaligus identifkasi biota air dan darat yang lebih didominasi aves. Ada sekitar 5 jenis bakau yang bisa kami kenali. Bagi siswa tentu saja harus dibekali handbook khusus bakau. Terpantau ada 5 spesies, diantaranya : Rhizopora stylosa (bakau), Rhizopora mucronata, Soneratia alba (prapat), Brugeira Gymnorhiza. dan beberapa varian sisipan Avicennia marina (putih). Sedang berbagai jenis biota yang diamati meliputi beberarap jenis ikan beseng (Apogonidae), Kakap (Lutjanidae), Kambingan (Mulllidae) yang kebanyakan berseliweran di sekitar akar bakau.
Bird watching sekaligus juga dilakukan. Hanya kegiatan ini agak sulit di lakukan, mengingat kami datang sudah sedikit mendekati siang. Celoteh anak-anak juga menjadi faktor utama.Sebagian burung akan bakal menjauh mendengar suara. Sekalipun begitu beberapa jenis mudah teridentifikasi, terutama kelompok bangau. Termasuk burung raja udang dan beberapa walet sapi.
Termasuk beberapa jenis burung kecil, semisal Kacamata, bahasa lokal lebih sering menyebutnya sebagai Kecial. Suara lebih familiar di kuping karena memang juga banyak ditemui didaratan pulau besar.
Bla...bla..bla..., dan untuk melengkapi partitur bincang ada baiknya saya akhiri tulisan ini, Silahkan langsung mengikuti segmentasi foto demi foto yang semoga lebih bisa mewakili dari sekedar apa yang bisa saya ceritakan. Keep in sight.... get a real visual...,