Kemarin menjadi kesempatan kunjung sejenak di bilangan selatan-barat Lombok. Bagian Pesisir paling Barat dari wilayah kabupaten Lombok Barat. Kini kawasan ini menjadi berstatus TWA, Taman Wisata Alam. Bisa dimaklumi klo pihak pemda terkait kian getol eksplorasi stok kantung-kantung kawasan yang miliki nilai jual wisata. Semenjak kawasan Gili Matra beralih jadi afiliasi milik kabupaten baru, Lombok Utara. Kehilangan lumbung PAD. Tiba gilir menata ulang prioritas kawasan.
Terik kian bakar kap Avanza. Memaksa saya untuk nyalain AC semi mengusir hawa panas yang terjebak dipalka mobil. Serasa oven. Mulus aspal tidak jangkau kawasan teluk Bangko-Bangko, hanya sebatas gapura karatan yang rentang jarak 1,5 Km dari kampung nelayan terjauh. Akh, ini kunjungan ke-2 kali dengan selang durasi saya sejak rambah via jalur laut, 14 tahun lalu. sekitar 1997. tempuh Senggigi~ Bangko-Bangko ~ Ampenan. Masa itu teluk Bangko-Bangko belum bergelimang bivak-biyak rumbia nelayan. Sekalipun sudah menjadi kawasan wajib kunjung bagi komunal nelayan Bali-Lombok. Bertransaksi.. baur sesama profesi.
Dan pemandangan kini berubah total. Bivak kian padat...lengkap dengan serambi tungku. Pengelola pindang. Bahkan tampil kaum ibu-2 para istri nelayan. Kepul asap...campur aroma tongkol sebagai tangkapan utama mereka.
Beberapa bahkan sudah berdiri rumah permanen. Dan kami sempat nangkring di satu berugak milik satu warga di posisi paling ujung. Lahan luas. lengkap payung khas tetaring berbahan material daun nyiur. Ada bgawe sang tuan rumah. Rupanya tahun ini pak Achmad telah membulatkan niat kunjung Baitullah, program naik Haji.
Berada dibawah kanopi tradisional ini memberi warna kesejukan tersendiri. Ditembus terik surya menisik jejak totol cahaya di paras lantai tanah. Seolah pesan moral filosofi dari gambaran kehidupan nelayan disini. Anyaman hasrat hidup untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Dengan limpahan hasil alam, tangkapan mereka. Ayo merangkai benih terang....!!!
Terik kian bakar kap Avanza. Memaksa saya untuk nyalain AC semi mengusir hawa panas yang terjebak dipalka mobil. Serasa oven. Mulus aspal tidak jangkau kawasan teluk Bangko-Bangko, hanya sebatas gapura karatan yang rentang jarak 1,5 Km dari kampung nelayan terjauh. Akh, ini kunjungan ke-2 kali dengan selang durasi saya sejak rambah via jalur laut, 14 tahun lalu. sekitar 1997. tempuh Senggigi~ Bangko-Bangko ~ Ampenan. Masa itu teluk Bangko-Bangko belum bergelimang bivak-biyak rumbia nelayan. Sekalipun sudah menjadi kawasan wajib kunjung bagi komunal nelayan Bali-Lombok. Bertransaksi.. baur sesama profesi.
Dan pemandangan kini berubah total. Bivak kian padat...lengkap dengan serambi tungku. Pengelola pindang. Bahkan tampil kaum ibu-2 para istri nelayan. Kepul asap...campur aroma tongkol sebagai tangkapan utama mereka.
Beberapa bahkan sudah berdiri rumah permanen. Dan kami sempat nangkring di satu berugak milik satu warga di posisi paling ujung. Lahan luas. lengkap payung khas tetaring berbahan material daun nyiur. Ada bgawe sang tuan rumah. Rupanya tahun ini pak Achmad telah membulatkan niat kunjung Baitullah, program naik Haji.
Berada dibawah kanopi tradisional ini memberi warna kesejukan tersendiri. Ditembus terik surya menisik jejak totol cahaya di paras lantai tanah. Seolah pesan moral filosofi dari gambaran kehidupan nelayan disini. Anyaman hasrat hidup untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Dengan limpahan hasil alam, tangkapan mereka. Ayo merangkai benih terang....!!!